Senin, 20 April 2009

Rencana Allah

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibupenjual tempe. Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagaipenyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan daribibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nantimengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .." demikian dia selalumemaknai hidupnya.
Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambutempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dialetakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akandia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belumdisatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harusmenunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari inipasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membelikacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.
Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika memintakepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala,dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Akutahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah,jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..."Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya.
Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakanhangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung.Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... diakecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatuoleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadahseperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalamkeranjang, dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahilbagi-Mu. Engkau maha tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selainberjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkandoaku..."
Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daunpembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, diaintip dari daun itu, dan... belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih.Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut. "Keajaiban Tuhan akandatang... pasti," yakinnya.
Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan"Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya.Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri,Allah pasti mengabulkan doanya.
Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkankeranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Denganberdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... diaterlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketikapertama kali dia buka di dapur tadi.
Kecewa, aitmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan?Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Diaingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk. Denganlemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telahdia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membelitempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Tuhantelah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esokdia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnyakesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjualtempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya merekayang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak.Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya takjadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...
Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Diamemalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum,memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek sayasejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??"
Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpamenjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "YaAllah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doakuyang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe..."Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi."jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."
"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itulagi.
Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah,jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia bukapelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Dibalik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi!"Alhamdulillah! " pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itukepada si pembeli.
Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu anehya, mencari tempe kok yang belum jadi?"
"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin, yang kuliah S2 diAustralia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampaisana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat sayabawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Ohh ya, jadi semuanya berapa,Bu?"
Pembaca, ini kisah yang biasa bukan? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acapberdoa, dan "memaksakan" Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocokuntuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan,merasa kecewa. padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita.Bahwa semua rencananya adalah sempurna.

Tidak ada komentar: