Selasa, 31 Maret 2009

Peristiwa Jiwa - Marah

Pada umumnya, luapan kemarahan lebih sering terlihat pada anak kecil ketimbang rasa takut. Bentuk-bentuk kemarahan yang banyak kita hadapi adalah pada anak yang berumur kira-kira 4 tahun. Kemarahan yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan diri di lantai, menendang, menangis, berteriak, dan kadang-kadang juga menahan nafas. Kemarahan selalu kita lihat berhubungan dengan keadaan tertentu. Kemarahan bisa pula timbul sehubungan dengan keadaan yang sebetulnya tidak lazim menimbulkan kemarahan. Misalnya, seorang anak tiap sekali kali dalam latihan buang air kecil, ia marah-marah. Setiap kali dihadapkan dengan pot, ia sudah marah. Ternyata, anak tersebut selalu ”diganggu” oleh ibunya untuk latihan buang air kecil, apabila ia justru tengah asyik bermain. Menurut perhitungan sang ibu, sudah tiba saatnya pengosongan air seni, namun anak merasa sangat terganggu karena harus menghentikan permainannya. Kekesalan karena perasaan terganggu ini akhirnya dikaitkan dengan latihan tersebut. Hal yang setiap kali menimbulkan kemarahan pada si anak, apabila dipanggil ibunya untuk ”menunaikan tugasnya”.
Pada anak-anak yang masih kecil, kemarahan bisa ditimbulkan oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gangguan pada gerak-geriknya, hambatan pada kegiatan yang sedang dilakukan, oleh segala sesuatu yang menghalang-halangi keinginan seorang anak. Kerap kali kemarahan timbul sebagai sambutan terhadap perasaan jengkel atau mendongkol yang telah bertumpuk-tumpuk. Makin kecil seorang anak, makin banyak pula kemarahannya terhadap gangguan-gangguan yang menghambat kegiatan jasmaniahnya. Jika ia telah bertambah umurnya, keadaan yang dapat menimbulkan kemarahan ini tidak hanya meliputi kekangan jasmaniah saja, tetapi meliputi pula gangguan pada segala yang dimilikinya, segala sesuatu yang menghalangi rencana, tujuan, dan harapannya, serta kecaman yang dilancarkan terhadap pikirannya atau kekurangannya, dan segala sesuatu yang mengancam gagasan serta pikiran yang bagus mengenai dirinya sendiri.
Berbagai faktor pada orang tua yang bisa menambah seringnya anak marah-marah, antara lain sikap orang tua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak. Karena anak dalam masa latihan dan belajar, kesalahan-kesalahan merupakan suatu hal yang umum. Namun, bagi orang tua yang bersifat suka mengkritik, setiap tingkah laku menjadi obyek kritikan. Hal ini tentunya menimbulkan perasaan kesal pada anak yang disalurkan melalui kemarahan.
Begitu juga sikap orang tua yan terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya. Anak selalu dilindungi dan diawasi secara ketat, hal yang tidak bisa diterima oleh si anak. Anak merasa sangat terhambat dalam pelaksanaan keinginan-keinginannya, yang mengakibatkan lagi kemarahan. Sama pula halnya dengan sikap orang tua yang terlalu teliti, yang belum dapat diikuti oleh anak. Sikap yang terlalu teliti, lebih-lebih dalam hal mencari kesalahan dan kekurangan anak, sering menimbulkan perasaan putus asa pada anak yang mengandung sifat-sifat dendam yang tersalur melalui kemarahan.
Secara teoretis, pengalaman marah yang sederhana atau elementer berangkat dari kesadaran reaksi fisik, pikiran dan memori. Sementara, rasa takut elementer menyertai kecenderungan menghindar dan tampaknya berkembang dari pikiran, ingatan, reaksi ekspresif-motorik, dan sensasi fisiologis berkaitan dengan kecenderungan menghindar dari situasi tak enak.
Pada tahap berikutnya perasaan emosional yang lebih berkembang muncul karena berkembangnya pikiran. Orang yang terganggu mengaitkan perasaannya dengan penyebab tertentu, memikirkan kemungkinan akibat kejadian itu, memperhitungkan pengalaman sebelumnya dan aturan sosial tentang emosi yang pas untuk situasi itu, dan mencocokkan sensasi serta pikirannya dengan konsepsi mereka tentang jenis emosi yang bisa muncul dalam keadaan itu. Jika mempunyai gagasan dan ingatan agresif, kita juga cenderung mempunyai perasaan dan reaksi-reaksi tubuh yang berhubungan dengan agresi; sehingga kita mungkin merasa marah. Kita bisa membuat diri kita marah, bukan hanya karena memikirkan kesalahan yang dilakukan orang terhadap kita, tetapi juga karena berulang-ulang memikirkan keinginan untuk menyakiti mereka yang berkaitan dengan kekerasan, dan selanjutnya mengaktifkan pikiran agresif dan perasaan marah.

By: Maulita

Tidak ada komentar: